Sabtu, 26 Juni 2021

ketika hasad menyapa kehidupan

 

Penyakit Jiwa (HASAD/dengki)

kajian Afaat 'ala thariq

ustadz Abdul Aziz, AR, Lc, Alhafidz. 

Begitu besar penyakit ini. Hasad oleh para ulama disebut dengan siddatul asa wa zawali nikmatal ghair. Maksud istilah itu adalah merasa terganggu dan menginginkan nikmat orang lain itu sirna. Ketika nikmatul ghoir itu tdk berdampak bagi kita, hanya sebuah keinginan saja maka itu disebut ghibtoh. Contoh ya Allah mobilnya dia kok bagus, saya ingin seperti itu karena dengan mobil itu bisa digunakan untuk jalan dakwah. Kalau hasad, jiwa kita merasa kesal, dibawa dengan rasa suudzon “jangan-jangan menjadi ketua itu karena ada factor kedekatan dengan atasan”, kemudian diikuti dengan pembangkangan yang lainnya.

Hasad itu bisa menghabiskan kebaikan-kebaikan, menggerogoti pahala amal solih. Dengan hasad  maka lahir suudzon, tidak rela dengan takdir Allah, ada sakit hati pada hamba Allah. Apalagi kalua sampai bentuk perbuatan. Hatinya sakit, perbuatannya adalah maksiyat. Hasad bagaikan api yang melumat kayu. Maka pentingnya manusia bermakrifat pada allah sebaik-baiknya. Yakin pada allah pada dirinya bisa diisebut waasi’al fadl. Bahwa pada dirinya Allah memberikan karunia luar biasa, adapun kenikmatan org lain yang blm kita miliki adalah alfaqdu… (manusia punya nikmat yang tidak sama). Inilah hakikat dunia. Hanya syurga yang apa kita inginkan akan punya.

Di dunia otomatis kita gak mungkin memiliki semua yang kita inginkan. Ketika allah memberikan saudara kita ada punya rumah, mobil, smeua ada. Sementara kita tidak punya. Bisa jadi kita tiidak punya rumah, tapi allah memberikan kita kesehatan yang tidak mengeluarkan biaya besar, bisa jadi allah berikan kebahagiaan yang banyak, anak yang sehat, dll. Tidak mungkin manusia itu punya semuanya atau tidk punya semua. Maka pentingnya makrifatul ni’am. Harus tau nikmat-nikmat yang Allah berikan.

Nikmat mau menghafal ini adalah salah satunya. Meskipun tidak hafal, hafal, dll. Maka kendatipun kita para penghafal quran, hasad itu mungkin saja masih memiliki hasad.  Maka hal itu dapat mengecilkan diri kita. Padahal kita sudah memiliki kemuliaan yang begitu besar. “laqad anzalnaa … fii dzikrukum”. Dalam diri ada kemuliaan berupa Alquran. “qul bifadlillahi wabirahmatihi”. Maka seharusnya bangga dalam arti bersyukur. Manusia yang telah mendapat hidayah alquran, maka akir hidupnya lebih baik daripada orang terkaya di dunia ini. Isnya Allah terbukti saat sakaratul maut. Sebegitu agungnya nikmat alquran dari allah. Maka aneh jika sudah rajin hafal quran, tetapi kita masih hasad ketika melihat saudaranya. Perlu kita ketahui bahwa Aselinya kebahagiaan adalah ketaatan pada Allah, bukan kedudukan, dah harta. Itulah kalo kita faham nikmat allah. Jangan pernah merasa ditinggalkan oleh Allah. Orang yang seperti tiu bisa jatuh dalam kekufuran. “dengan adanya hasad pada penghafal Quran, sejatinya mengecilkan apa-apa yang sudah Allah berikan berupa keagungan dalam dirinya. janganlah mengagungkan apa -apa yang dikecilkan oleh Allah”.

Disisi lain ketika manusia diberi kelebihan tertentu maka bisa mengalami hasad dari org lain. Maka harus seimbang antara yang hasad dan dihasadi. Bagi yang tidak hasad, maka harus bijak melihat nikmat dari orang lain. Maka penting mempelajari afatu ala tariq ini sebagai solusi bagi yang dihasadi dan terhinda rdari sifat hasad.

Hadist rasul saw yang mengatakan “laa hasada illa fitnatayn”. Nah ketika melihat orang lain yang lebih, maka kita harus belajar Merubah keinginan menjadi doa kepada Allah dan membuat kita muhasabah tidak mungkin sampai dititik itu kalua bukan karena Allah. Makin kagum sama Allah. Misal ada orang yang jenius dibidang ilmu lalu digunakan untuk islam. Maka kita ingin seperti itu. Action kita adalah berdoa agar memiliki ilmu tersebut dan semakin kagum bahwa Allah memberikan kehebatan itu pada orang itu (inilah disebut dengan ghibtah).

Hasad sangat dibenci oleh Allah, dibalik hasad ada banyak penyakit yang menyertainya. Penyakit hubbuddunya, dll. Dialah akhlaq madmumah.

Hidup ini tidak dituntut untuk lebih hebat dari orang lain, tapi dituntut untuk lebih baik dari diri kita sebelumnya. Konsentrasi settingan dari Allah agar kita lebh baik lagi. Mansuia tidak akan dishisab atas diri orang lain. Kita akan dihisab diri sendiri.

Penyebab hasud

1.      Masih menganggap dunia ini terlalu berharga untuk didamba-dambakan. Takatsur harusnya dalam urusan akhirat. Kalua kita terusik maka bahaya. Jangan sampai kita gak rela dunia ini diberikan seakan akan kepada orang lain, sedangkan Allah blm memberikan dunia kepada kita. Lalu kita jadi benci, dan suudzon pada orang lain. Orang ini tidak terlepas dari cinta dunia dna lupa akhirat. Tidak akan berhenti orang ini kalua belum ketemu dengan kubur. Solusinya adalah hendaklah kita sering ingat mati, ziarah kubur. Kenikmatan dunia tidak ada apa-apa kecuali untuk kepentingan akhirat. Orang yang hasud itu, orang yang mampu menyakiti, tapi pada akhirnya Allah akan hinakan org hasud untuk gagal dalam hasudnya. Seperti kisah nabi Yusuf as. Orang yang punya kelebihan, seakan aman dari hasidin, maka dengan hadisidn, seorang mahsud lebih mulia dan hasidin terhina di sisi Allah. Saudara yusuf yang menganggap yusuf lebih dicintai sehingga membuat mereka harus jatuh pada maksiyat. Menyakiti orang tua. Awalnya ketika ada penilaian bahwa adanya perasaan yusuf lebih dicintai oleh ayahnya. Itulah cikal bakal lika liku kehidupan yang luar biasa yang diawali dengan hasidin. Ketika Allah mengatakan “walamma asyuddahu..” ketika yusuf remaja allah berikan hikmah dna ilmu, menunjukkan bahwa ketaatan pada allah sedini mungkin akan menghasilkan ilmu dan hikmah kepada mansuia. Itulah perjalanan nabi yusuf sampai akhirnya allah pertemukan lagi tanpa kesadaran sudara-saudaranya kembali.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

motivasi beralquran (fitrah nabawiyah dalam menghafal quran)

Kenapa Haafidz Quran itu sangat diistimewakan oleh Rasulullah saw? Karena mereka lah yang dekat dengan Allah swt, bagaimana lisan mereka sen...