Surat As-syams
kajian Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc., Alahfidz
Termasuk surat makiyyah yang berbicara terkait keimanan pada Allah dan tidak ada hukum-hukum Allah. Ciri lainnya adalah diawali dengan 7 kali sumpah. 7 kali sumpah ini menunjukkan benda-benda/ peristiwa yang ada di sekitar kita dan agar manusia selalu memperhatikannya. 7 sumpah ini adalah makhluk yang senantiasa bersujud kepada Allah swt. Sehingga ketika jiwa manusia siap bersujud seperti sujudnya matahari, bulan. Maka otomatis jiwa manusia akan dimuliakan oleh Allah daripada 6 benda yang diserupakan oleh Allah. 6 benda itu memiliki ketundukan Allah dengan karhan/ setting-an oleh Allah bahwa matahari, bulan, dll tunduk pada Allah. Sebagaimana dalam qs alhajj (saat makhluk semua bersujud maka allah memuliakan makhluk itu dan ketika manusia menolak untuk sujud, otomatis menghinakan. Maka dia tidak akan bisa mendapatkan kemuliaan dari selain allah.
Ayat pertama (wa-syamsi wa duhaaha)
“Demi matahari dan sinar di waktu duha”
Ada waw qasam, ada sumpah. Ayat pertama ada yang memahami memiliki dua sumpah. Para mufassirin mengatakan bahwa maknanya lebih luas. Ketika maknanya waw qasam. Demi matahari dan waktu duha. Paling inti adalah matahari dan semua makhluk adalah sujudnya yang menandakan ketaatannya, kehambaanNYa pada Allah.
Ayat kedua (walqomari idzaa talaaha)
“Demi bulan yang mengikuti matahari”
Kita sering mendengar kata tilawah. Talaaha dari kata tilawah. Maka dapat diambil pelajaran dari kata talaa. Talaa disini adalah mengikuti. Lalu apa korelasinya dengan tilawah?. Ketika Alquran mengisitlahkan quran adalah tilawah agar terfahami tilawah adalah tidak saja melafadzkan huruf itu tapi hakikatnya adalah mengikuti apa yang dibacanya. Siapa yang membaca alquran tapi belum mengikuti amal-amalnya berarti belum melakukan tilawah sesungguhnya. "Bulan mengikuti matahari", mufassirin banyak ragam memahami. Ada yang memahami bahwa posisinya adalah saat purnama (13,14,15). Kondisi ini dimuliakan oleh Allah swt. Saat itu ada ayyamul bidh. Rasul menjadikannya sebagai hari ibadah puasa. Talaaha difahami sebagai hari baik untuk terapis, seperti bekam maka semua alam ikut bereaksi. Ataupun air laut yang pasang, atau gerhana yang terjadi pada hari ayyamul bidh. Itu alasan para ulama saat bulan mengikuti matahari terutama ayyamul bidh. Sementara mufasirin yg lain mengartikan saat bulan berada di awal bulan qomariyah. Bulan mengalami sabit. Saat itulah sabit mnucul, terjadi awal bulan. Awal bulan Ramadhan, iedul fitri, dipicu bulan sabit. Rasul pun ketika ada bulan sabit, mengartikan penuh harapan lalu berdoa “ya Allah jadikan kemunculan bulan sabit terus membawa kami dalam keimanan”. Allhumma ahillahu bil iman….”. Rasul disebut dalam Alquran (sirajan munira). Rasul pendakwah yang taat pada Allah, bagaikan Siraj/matahari. Sebagaimana dalam surat annaba (wa jaaalna sirajan wa haja). Dan bagaikan muniran/ memancarkan cahaya dari bias bulan. Rasul dalm dakwanya bagaikan bulan dan matahari. Siapa yang menjauh dari rasul, maka hidupnya dalam kegelapan.
Ayat ketiga (wannahi idza zallaha)
Ayat keempat (wa laili idza yaghsyaaha)
Allah inginkan dua fenomena ini adanya peran Allah yang seharusnya menjadikan manusia tunduk hanya pada allah. Bukan suatu kebetulan. Allah berfirman dalam qs. Al-qasas (walalhamdu fiil ulla wal akhirah). Bersyukurlah pada Allah yang mengawali siangnya dengan ketaatan dan diakhirnya malam dengan ketaatan. Sebagaimana kita diminta berdzikir pada pagi dan sore. Sesungguhnya kita Bersama para makhluk lainnya bertasbih. Arahan Alquran bagaimana fenomena alam agar selalu melakukan ketaatan. Manusia menjadi bagian dari ketaatan ini. Ketika “ma” di ulang dalam Alquran, maka penjelasan berikutnya adlah tntg perjuangan kaum muslimin yang akan didkung oleh Alam.
Ayat kelima (wa-samaai wa maa banaaha)
Langit pun dalam ayat yang sangat banyak sebagai makhluk yang senantiasa taat pada Allah. Langit untuk membina manusia agar beriman pada hari kebangkitan. Betapa luasnya langit itu. Siapa yang lebih rumit penciptaanNYA?. Dibalik fungsi langit sebagai atap, tapi dia tidak ada tiang. Ini adalah ciptaanNYA yang luar biasa. Mudah bagi Allah.
Ayat ke-enam (wal-ardi wa maa tahaaha)
Arti tohaaha à menghamparkan. Seperti pada surat an-naziat. Mengandung banyak fasilitas pada kehidupan manusia. Dengan dihamparkannya bumi, manusia dapat hidup lebih baik.
Ayat ke-tujuh (wa nafsin wa maa sawwaha)
Demi jiwa yang telah Allah sempurnakan. Kata nafs dalamquran bisa diamksudkan manusianya itu sendiri. Sebagaimana dalam surat lainnya dalam juz 30. Topik al-insan diulang dengan sering. Kata nafs otomatis difahami sebagai al-insan dengan segala kriterianya. Namun bisa diartikan jiwa/ ruh sendiri. Di ayat ini ketika Allah tidak menggunakan al-insan agar terfahami dengan dua makna. Manusia itu dari segi jasadnya/ ruhnya. Kenapa demikian?. Agar memiliki kesetaraan dengan kemuliaan dan kebesaran dibalik ciptaan sebelumnya (bulan, matahri, malam, bumi, langit, dll). Keagungan manusia itu terlihat jika mnsuia itu bisa menjaga kebaikannya. Manusia akan langsung turun derajadnya jika tidak bisa menjaga kebaikannya. Allah sebut sebagai manusia berada dalam derajat yang rendah.
Ayat ke-8 (faal ha mahaa fujuurah wa taqwaaha)
ilahm jiwa itu dalam kejelekannya dan ketakwaanya. Kata alhama (hanya ada dalam surat ini). Alhama mengajarkan manusia pada hal negative dan positif. Tidak disebut alhama kecuali ‘allamaa khoiran. Pengajaran dari Allah dengan sesuatu yang baik. ketika mansuia cenderung pada kebaikan yang dilakukan maka disebut faalhamaa fujuraha wa taqwaaha. Kata fujur, mengajarkan ketikdakbaikan. Difahami juga dalam qs. Alhujurat. Allah yang membuat manusia itu menyenangi segala yg baik (keimanan, nilai, dan allah juga yang menjadikan manusia menyukai kemaksiatan baik kecil mapun besar). Maka dnegan ayat ini harus difahami allah mengajarkan pada jiwa itu keengganan pada hal yang negative. Perasaan segala yg jelek jangan sampai diketahui oleh orang lain,. Itu ada dalam diri manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar